Selasa, 9 Desember 2025 riuh sosmed menyelimuti perayaan Hari Antikorupsi Sedunia (HAKORDIA). Di tengah hiruk pikuk agenda nasional yang berfokus pada "Satukan Aksi, Basmi Korupsi", terselip sebuah refleksi mendalam dari kacamata ajaran Sanātana Dharma (Agama Hindu). Korupsi, sebuah adharma (perbuatan tidak benar) yang merusak sendi-sendi kebenaran, dipandang sebagai penyakit jiwa yang harus diobati dengan suluh integritas dan kejujuran yang diajarkan Veda.
Yas tiṣṭhati carati yaś ca vañcati. Yo nilayaṃ carati yaḥ prataṅkam. Dvau sannisadya yan mantrayete. Rājā tad veda varuṇas tṛtīyaḥ.
Siapa pun yang berdiri, berjalan, dan yang bergerak dengan sembunyi-sembunyi, Siapa pun yang bersembunyi atau yang terang-terangan (melakukan dosa). Apapun yang dibisikkan oleh dua orang yang duduk bersama, Semua itu diketahui oleh Tuhan, Sang Raja (Varuṇa) hadir sebagai yang ketiga.
- Kāyika (Perbuatan): Korupsi adalah perbuatan mengambil hak orang lain, mencuri uang negara, dan penyalahgunaan kekuasaan. Ini melanggar prinsip Ahimsa (tidak menyakiti) dan Asteya (tidak mencuri).
- Vācika (Perkataan): Korupsi melibatkan kebohongan, sumpah palsu, dan manipulasi data atau informasi. Ini melanggar prinsip Satya (kebenaran).
- Mānasika (Pikiran): Korupsi berawal dari loba (ketamakan/keserakahan) dan Moha (kebingungan/kegelapan batin). Ini adalah kerusakan niat karena melanggar prinsip Anrśamsya (tidak berpikiran jahat atau dengki) dan Apramada (tidak lalai atau gelap mata).
Selain itu, ada dua ajaran dalam Yama Brata (pengendalian diri secara lahir) yang secara langsung menolak korupsi adalah:
Asteya (Tidak Mencuri): Korupsi adalah bentuk pencurian yang paling besar dan merusak, karena mencuri harta milik publik yang dipercayakan.
Aparigraha (Tidak memiliki barang secara berlebihan/tidak tamak): Korupsi didorong oleh ketamakan untuk mengumpulkan harta yang tidak semestinya, jauh melampaui kebutuhan, yang merupakan pelanggaran Aparigraha.
Apa yang akan terjadi jika umat Hindu melakukan korupsi? Konsekuensinya tidak hanya bersifat duniawi (hukum negara) tetapi juga hukum Karma (hukum sebab-akibat) dan hukum moral agama.
1. Hukuman Karma dan Samsara
Menurut ajaran Karma Phala, setiap perbuatan (baik dan buruk) akan membuahkan hasil.
Sañcita Karma Phala: Korupsi akan menjadi tumpukan karma buruk yang akan memengaruhi nasib seseorang di masa depan, bahkan di kehidupan berikutnya (hukuman reinkarnasi).
Pralabdha Karma Phala: Dampak langsung dari perbuatan korupsi, seperti penderitaan batin, kehilangan kehormatan, dicela masyarakat, hingga hukuman pidana.
Hukum Neraka: Dalam kitab Yama Purana Tattwa dan sejenisnya, pelaku yang mengambil harta milik publik atau pura (dikenal sebagai Dhana Loba) akan menerima hukuman yang berat di alam Neraka (misalnya, di Neraka Raurava atau Kumbhipaka).
2. Kehancuran Jati Diri (Swadharma)
Seorang koruptor melanggar Swadharma-nya sebagai manusia (dharma) dan sebagai pejabat (swabhawa).
Ia merusak Tri Hita Karana (Tiga Penyebab Kesejahteraan) karena:
Parhyangan (Hubungan dengan Tuhan): Ibadahnya menjadi sia-sia karena didasari harta kotor (mala).
Pawongan (Hubungan dengan Sesama): Ia merampas hak orang lain dan merusak kepercayaan sosial.
Palemahan (Hubungan dengan Lingkungan): Sumber daya alam yang seharusnya dikelola untuk kesejahteraan dirusak oleh proyek-proyek koruptif.
.png)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar