teks berjalan

karmany evadhikarãste, mã phalesu kadãcana, mã karma-phala-hetur bhŭr , mã te sango ‘stv akarmani (B.G. Dwitiya adhyaya, sloka 47) -- Berbuatlah hanya demi kewajibanmu, bukan hasil perbuatan itu (yang kau pikirkan), jangan sekali-kali pahala jadi motifmu dalam bekerja, jangan pula berdiam diri tanpa kerja.

Generasi Muda Hindu Anti Narkoba

Rabu, 10 Desember 2025

Cahaya Dharma Melawan Kegelapan Korupsi: Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2025

Hakordia 2025

Selasa, 9 Desember 2025 riuh sosmed menyelimuti perayaan Hari Antikorupsi Sedunia (HAKORDIA). Di tengah hiruk pikuk agenda nasional yang berfokus pada "Satukan Aksi, Basmi Korupsi", terselip sebuah refleksi mendalam dari kacamata ajaran Sanātana Dharma (Agama Hindu). Korupsi, sebuah adharma (perbuatan tidak benar) yang merusak sendi-sendi kebenaran, dipandang sebagai penyakit jiwa yang harus diobati dengan suluh integritas dan kejujuran yang diajarkan Veda.


Dalam pandangan Hindu, kehidupan seorang manusia diatur oleh Dharma, prinsip kebenaran, etika, dan hukum kosmis. Korupsi adalah manifestasi dari lobha (ketamakan) dan moha (khayalan/kebodohan), yang mendorong seseorang untuk mengambil hak milik orang lain (asteya) dan melanggar sumpah pelayanan (seva). Seorang pejabat atau pemimpin yang melakukan korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga melanggar hukum karma pribadinya, mengumpulkan karma buruk yang akan menjadi beban dalam kehidupan ini maupun yang akan datang (karma phala).

Peringatan Hari Antikorupsi menjadi momentum suci, setara dengan pelaksanaan Yajña (persembahan), di mana setiap individu dan lembaga diajak untuk mempersembahkan komitmen pada nilai-nilai keutamaan (subha karma) dan membersihkan diri dari kotoran batin.

Ajaran Hindu menyediakan fondasi moral yang sangat kuat untuk memerangi korupsi, yang berakar pada prinsip-prinsip universal Veda. Salah satu sloka yang paling relevan menegaskan bahwa tidak ada perbuatan tersembunyi yang luput dari pengawasan Tuhan, sebuah konsep yang secara langsung mengajarkan tentang akuntabilitas absolut:
Sloka Veda tentang Pengawasan Tuhan (Atharva Veda 4.16.2)
Yas tiṣṭhati carati yaś ca vañcati. Yo nilayaṃ carati yaḥ prataṅkam. Dvau sannisadya yan mantrayete. Rājā tad veda varuṇas tṛtīyaḥ.
Terjemahan:
Siapa pun yang berdiri, berjalan, dan yang bergerak dengan sembunyi-sembunyi, Siapa pun yang bersembunyi atau yang terang-terangan (melakukan dosa). Apapun yang dibisikkan oleh dua orang yang duduk bersama, Semua itu diketahui oleh Tuhan, Sang Raja (Varuṇa) hadir sebagai yang ketiga.
Tidak ada tempat bersembunyi bagi ketidakjujuran. Koruptor, yang berusaha menyembunyikan kejahatan mereka dalam kegelapan administrasi dan tipu daya, diingatkan bahwa ada mata kosmis yang selalu mengawasi.

Perayaan Hari Antikorupsi adalah seruan untuk kembali pada Śubha Kriyā (perbuatan baik) dan menjauhi Adharma. Para pemimpin diimbau untuk meneladani nilai Arjava (ketulusan hati) yang ditekankan dalam ajaran moral, menjamin bahwa kekayaan yang diperoleh berasal dari kerja keras dan keringat sendiri, bukan dari hasil mencuri hak rakyat.

"Kekayaan yang terbaik adalah uang yang didapatkan sendiri dari kerja berat," demikian ajaran dari Sarasamuccaya, yang mendorong Mandiri dan Kerja Keras sebagai nilai anti-korupsi.

Korupsi adalah pelanggaran terhadap Tiga Perbuatan yang Disucikan (Tri Kaya Parisudha), yaitu kesucian dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.
  1. Kāyika (Perbuatan): Korupsi adalah perbuatan mengambil hak orang lain, mencuri uang negara, dan penyalahgunaan kekuasaan. Ini melanggar prinsip Ahimsa (tidak menyakiti) dan Asteya (tidak mencuri).
  2. Vācika (Perkataan): Korupsi melibatkan kebohongan, sumpah palsu, dan manipulasi data atau informasi. Ini melanggar prinsip Satya (kebenaran).
  3. Mānasika (Pikiran): Korupsi berawal dari loba (ketamakan/keserakahan) dan Moha (kebingungan/kegelapan batin). Ini adalah kerusakan niat karena melanggar prinsip Anrśamsya (tidak berpikiran jahat atau dengki) dan Apramada (tidak lalai atau gelap mata).

Selain itu, ada dua ajaran dalam Yama Brata (pengendalian diri secara lahir) yang secara langsung menolak korupsi adalah:

  1. Asteya (Tidak Mencuri): Korupsi adalah bentuk pencurian yang paling besar dan merusak, karena mencuri harta milik publik yang dipercayakan.

  2. Aparigraha (Tidak memiliki barang secara berlebihan/tidak tamak): Korupsi didorong oleh ketamakan untuk mengumpulkan harta yang tidak semestinya, jauh melampaui kebutuhan, yang merupakan pelanggaran Aparigraha.

Apa yang akan terjadi jika umat Hindu melakukan korupsi? Konsekuensinya tidak hanya bersifat duniawi (hukum negara) tetapi juga hukum Karma (hukum sebab-akibat) dan hukum moral agama.

1. Hukuman Karma dan Samsara

Menurut ajaran Karma Phala, setiap perbuatan (baik dan buruk) akan membuahkan hasil.

  • Sañcita Karma Phala: Korupsi akan menjadi tumpukan karma buruk yang akan memengaruhi nasib seseorang di masa depan, bahkan di kehidupan berikutnya (hukuman reinkarnasi).

  • Pralabdha Karma Phala: Dampak langsung dari perbuatan korupsi, seperti penderitaan batin, kehilangan kehormatan, dicela masyarakat, hingga hukuman pidana.

  • Hukum Neraka: Dalam kitab Yama Purana Tattwa dan sejenisnya, pelaku yang mengambil harta milik publik atau pura (dikenal sebagai Dhana Loba) akan menerima hukuman yang berat di alam Neraka (misalnya, di Neraka Raurava atau Kumbhipaka).

2. Kehancuran Jati Diri (Swadharma)

  • Seorang koruptor melanggar Swadharma-nya sebagai manusia (dharma) dan sebagai pejabat (swabhawa).

  • Ia merusak Tri Hita Karana (Tiga Penyebab Kesejahteraan) karena:

    • Parhyangan (Hubungan dengan Tuhan): Ibadahnya menjadi sia-sia karena didasari harta kotor (mala).

    • Pawongan (Hubungan dengan Sesama): Ia merampas hak orang lain dan merusak kepercayaan sosial.

    • Palemahan (Hubungan dengan Lingkungan): Sumber daya alam yang seharusnya dikelola untuk kesejahteraan dirusak oleh proyek-proyek koruptif.

3. Kehilangan Keseimbangan Batin (Sattwam)

Koruptor didominasi oleh sifat Rajas (nafsu, ambisi, agresif) dan Tamas (kegelapan batin, kemalasan, kebodohan). Mereka kehilangan sifat Sattwam (kebaikan, kejernihan, ketenangan). Keseimbangan batin ini penting untuk mencapai Moksha (pembebasan). Korupsi adalah belenggu besar yang menjauhkan seseorang dari tujuan tertinggi umat Hindu.


Maka, Hari Antikorupsi Sedunia 2025, dari sudut pandang Hindu, bukan hanya sekadar acara seremonial, tetapi sebuah Sumpah Dharma yang diperbaharui komitmen kolektif untuk membersihkan diri, menundukkan lobha, dan membangun peradaban yang berdiri tegak di atas pilar Satya (kebenaran) dan Nyāya (keadilan), demi tercapainya Jagad Hita (kesejahteraan semesta). 

Penulis: Pande Kadek Juliana (Penyuluh Agama Hindu Kemenag Kota Kendari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel Menarik Lainnya

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...