Tarian Rejang menyambut Tirtha Amertha |
Melasti
ini merupakan rangkaian kegiatan umat Hindu jelang perayaan hari raya Nyepi tahun
baru Saka 1946, yang jatuh pada 11 Maret 2024.
Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Sulawesi Tenggara, I Nyoman Sudiana mengatakan, makna Melasti adalah untuk pembersihan diri, baik perkataan, pikiran maupun perbuatan yang telah dilakukan.
Macaru di Pasih
"Kita
melepas segala macam ketidak beruntungan, segala macam perbuatan-perbuatan kita
yang salah, kemudian kita kembali menempuh di tahun baru ini menjadi suci
kembali, terlebih saat ini Kota Kendari tengah di guyur hujan yang
mengakibatkan beberapa tempat terjadi banjir yang bahkan berdampak negatif bagi
masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Pembimas Hindu Kanwil Kementerian
Agama Provinsi Sulawesi Tenggara, I Komang Sukeyasa yang juga hadir dalam
kegiatan melasti ini menjelaskan, biasanya Melasti di laksanakan bersama dengan
warga Hindu yang berasal dari Kabupaten Konawe Selatan yang jaraknya cukup
dekat dengan Kota Kendari, seperti yang dilaksanakan tahun 2023 lalu.
Sambutan Pembimas Hindu
”Melasti bersama dilaksanakan dua tahun sekali atas
kesepakatan bersama lembaga, antara umat Hindu Kota Kendari dan 6 Kecamatan di
Konsel, seperti Ranomeeto Barat, Landono, Mowila, Sabulakoa, Angata, dan moramo,”
tuturnya.
Di lain pihak, Ketua Banjar Suka Duka Sindhu Mertha
Kendari, I Nengah Setiawan menjelaskan, upacara Melasti kali ini di ikuti oleh
sekitar 500-an warga Hindu yang berasal dari Kota Kendari.
”Sesuai dengan jumlah warga yang terdaftar dalam
Banjar (paguyuban Hindu Bali.red) yang berjumlah sekitar 262 KK, seandainya setiap
KK ada 2 orang yang ikut melasti, sudah lebih dari 500-an orang yang datang.
Belum lagi yang satu keluarga penuh datang untuk ikut melasti kali ini.”
”Tahun ini jadwalnya kami Ngubeng di beji untuk
melasti, namun atas kesepakatan umat Hindu di Kota Kendari, melasti
dilaksanakan tetap ke Segara,” imbuh Nengah yang kesehariannya adalah seorang
guru SMK di Kendari.
Pande Kadek Juliana (kiri)
Penyuluh Agama Hindu Kemenag Kota Kendari, Pande
Kadek Juliana menyampaikan bahwa Melasti merupakan salah satu tradisi sakral
bagi Umat Hindu, yang biasanya dilaksanakan 2 hari menjelang hari Raya Nyepi
setiap tahunnya. Upacara
melasti merupakan upacara pengambilan air tirta suci di tengah samudera atau
sumber mata air.
“Rangkaian hari raya Nyepi
dimulai dari Melasti/Makiis, kemudian Tawur Kasanga atau Ngerupuk, selanjutnya
Nyepi, Ngembak Geni dan Dharma Santi. Semuanya adalah rangkain penuh makna
untuk mencapai kedamaian,” sampainya.
“Melasti berasal
dari kata Mala = kotoran/leteh, dan Asti =
membuang/memusnahkan, Melasti merupakan rangkaian upacara Nyepi yang
bertujuan untuk membersihkan segala kotoran badan dan pikiran (buana alit), dan
juga alat upacara (buana agung) serta memohon air suci kehidupan (tirta
amertha) bagi kesejahteraan manusia. Pelaksanaan melasti ini biasanya dilakukan
dengan membawa arca, pretima, barong kalo ada, yang merupakan simbolis untuk
memuja manifestasi Ida Sang Hyang Widi Wasa diarak oleh umat menuju laut atau
sumber air untuk memohon pembersihan dan tirta amertha,” imbuhnya.
Seperti
dinyatakan dalam Rg. Weda II. 35.3 “Apam napatam paritasthur apah” yang
artinya Air yang berasal dari mata air dan laut mempunyai kekuatan untuk
menyucikan.
“Selesai
melasti Pretima, arca, daksina linggih dan sesuhunan barong kalo ada biasanya
dilinggihkan di Bale Agung (Pura Desa) untuk memberkati umat dan
pelaksanaan Tawur Kesanga,” tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar