Gelung Kori Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari |
Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari, yang beralamat di Jalan Mekar Indah, Keluarahan Kadia, Kecamatan Kadia, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, adalah Pura Khayangan Jagad di Sulawesi Tenggara, bukan hanya sekadar tempat pemujaan, tetapi juga menjadi simbol eksistensi dan perjuangan umat Hindu di Bumi Anoa, Sulawesi Tenggara, dan secara khusus di Kota Kendari. Sejarah berdirinya pura ini mencerminkan semangat kebersamaan, gotong royong dan komitmen spiritual umat Hindu dalam menjaga dharma di tanah perantauan.
Perintisan dan Kehadiran Awal Umat Hindu (1972–1981)
Kehadiran umat Hindu di Kota Kendari dimulai sejak
tahun 1972, Ketika beberapa kepala keluarga mulai berdomisili menetap di Kota Kendari.
Tokoh awal yang tercatat ketika itu adalah Bapak I Nyoman Peria Adiatmika.
Seiring berjalannya waktu, jumlah umat Hindu terus bertambah, pada tahun 1978 telah
tercatat sekitar 15 kepala keluarga (KK) yang menetap di Kota Kendari. Tahun
1979 hingga 1981 menjadi masa awal pembentukan komunitas Hindu yang lebih
terorganisir, melalui dilakukan pertemuan rutin dalam bentuk arisan warga, dari
adanya pertemuan itu muncul gagasan untuk mendirikan tempat suci pura sebagai
pusat kegiatan keagamaan.
Pencarian dan Pembebasan Lahan
Pura (1982)
Tahun 1982 menjadi tonggak sejarah penting ketika
umat Hindu di Kota Kendari bersepakat mencari lokasi untuk mendirikan bangunan pura.
Dari beberapa lokasi yang dicari akhirnya, diperoleh dan disepakati lokasi tanah
di Jalan Mekar, dengan luas 1,6 hektar. Harga tanah saat itu adalah Rp
3.420.000, yang diperoleh dari hasil urunan 20 orang warga Hindu. Setelah
pembelian, tanah tersebut diratakan secara gotong royong. Dukungan juga datang
dari para profesional Hindu yang bertugas di Kendari, seperti Bapak Ketut
Sunarta dan A.A. Sutrisna dari PT Hutama Karya, yang membantu penyediaan alat
berat untuk perataan tanah. Proses pembangunan pun dimulai dengan awalnya membangun
turus lumbung dan melaksanakan persembahyangan bergilir.
Pembentukan Banjar dan
Pembangunan Pura (1983–1986)
Tahun 1983, dibentuklah Banjar Sindhu Merta Kota
Kendari dengan ketua pertama dr. I Made Surata. Pada tahun-tahun berikutnya,
pembangunan pura mulai dirancang secara lebih konkret, pada 23 Februari 1985 dimulainya
proses nyikut karang lokasi pura, 27 Februari 1985: pembangunan fondasi
dimulai, 26 Maret 1985: peletakan batu pertama dan pembangunan Padmasana dengan
ukuran 4 x 4 meter dan tinggi 7 meter, dikerjakan oleh Bapak Made Ratono dengan
biaya Rp 3.350.000. Pada tanggal 9 Februari 1986, dilakukan pencarian calon
Pemangku, yang akhirnya ditemukan di wilayah Landono. Upacara peresmian
Padmasana (melaspas dan mendem pedagingan) dilaksanakan pada 9 Maret
1986, dipimpin oleh seorang. Rohaniwan (Pedanda) dari Bali. Dalam momen
tersebut, atas usulan Ida Bagus Ngurah Adi, umat menyepakati nama pura ini
sebagai “Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari”. Nama ini memiliki makna
mendalam: Jagadhita berasal dari kata “Jagad” (dunia) dan “Hita”
(kemakmuran/kesejahteraan), yang mencerminkan harapan agar pura ini menjadi
tempat memuja Tuhan demi kemakmuran dan kesejahteraan seluruh umat Hindu, tanpa
sekat kelompok atau golongan.
Pemugaran dan Pengembangan Pura (2008) dan Karya Agung (2018)
Pada tahun 2008, Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari mengalami pemugaran yang didukung oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Pekerjaan meliputi perbaikan Padmasana dan pembangunan Wantilan, dilanjutkan dengan upacara Ngenteg Linggih lan Tawur Gentuh, sebagai bagian dari proses spiritualisasi bangunan. Pada Tahun 2018 dilaksanakan kembali Pujawali Karya Agung Tawur Gentuh, dengan menghadirkan semua Sulinggih di Sultra dan 1 orang dari Bali, dengan pembiayaan juga dari bantaun Pemda Provinsi Sulawesi Tenggara dan juga umat Hindu Provinsi Sulawesi Tenggara.
Bangunan Padmasana Saat Pujawali |
Kepengurusan Banjar Suka Sindhu Merta
Kota Kendari
Keberadan Pura Penataran Agung Jagadhita tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Banjar Suka Duka Sidhu Mertha Kota Kendari, sejak awal berdiri, Banjar Suka Duka Sindhu Merta telah dipimpin oleh tokoh-tokoh yang secara konsisten membangun semangat kebersamaan umat dan melakukan perbaikan secara bertahap dan melengkapi keberadaan Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari; 1) dr. I Made Surata (1983–1987) 2) Made Sulastra, SH (1987–1994); 3) I Made Rengen Bayupati, BBA (1994–1997); 4) Drh. I Made Suparta (1997–2000); 5) Wayan Puja Artawa, SH (2000–2003); 6) I Wayan Sudiarta, SE., M.Fil.H (2003–2006);7) Ir. Made Guyasa, MP (2006–2009); 8) Gusti Putu Budiadnya, A.Md (2009–2012); 9) I Ketut Suwirta, SE (2012–2015); 10) I Gusti Kadek Sumertadana, A.Md (2015–2018); 11) I Gusti Kadek Sumertadana, A.Md (2018–2021); 12) I Nengah Setiawan, S.Pd., M.Pd (2021–2023); 13) I Nengah Setiawan, S.Pd.,M.Pd (2023-2026).
Kepengurusan PHDI Sulawesi
Tenggara
Keberadaan Pura Penaatran Agung Jagadhita Kendari, tidak bisa juga lepas dukungan dan upaya pengurus PHDI Sultra dan membangun komunikasi dan kordinasi kepada pemerintah dan umat Hindu di Provinsi Sulawesi Tenggara, terlebih setelah ditetapkan sebagai Pura Kyangan Jagad, berikut adalah jejak kepengurusan PHDI Provinsi Sulawesi Tenggara dari masa ke masa, Ketua dan Sekretaris: 1) Periode pertama 1978, Drh. I Nyoman Sabha, Nyoman Rana, 2) Periode ke 2; Ida Bagus Ngurah Adi, S, Ir. Ketut Mustapa, 3) Periode ke 3; Made Suweca, SH, Dewa Aji Kanta, 4) Periode ke 4) I Nyoman Gede Sukarya, Gede Wayan Mulia, BA, Periode ke 5); Gede Wayan Mulia, BA, Drs. I Ketut Suardika, S.Pd., M.Si, Drs. I Nengah Negara, M.Hum, 6) Periode 2005–2010: Dr. Ir. Ketut Puspa Adnyana, M.TP, Drs. I Wayan Suama, M.Si; 7) Periode 2010–2015; Dr. Ir. Ketut Puspa Adnyana, M.TP dan Drs. I Made Sukada, M.Pd, 8) Periode 2016–2021; Dr. Eng. I Nyoman Sudiana, M.Si dan Kadek Yogiarta, S.Pd.H, 10) Periode 2021–2026; Prof. Dr. Eng. I Nyoman Sudiana, M.Si dan Kadek Yogiarta, S.Pd.H.,M.Pd.
Penutup
Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari Sulawesi
Tenggara, adalah Pura Khayangan Jagad, merupakan simbol kebersamaan dan kekuatan
spiritual umat Hindu di Sulawesi Tenggara. Berdiri dari semangat gotong royong,
dibangun dengan tekad, dan dijaga dengan keyakinan, pura ini telah menjadi
pusat aktivitas keagamaan, budaya dan sosial umat Hindu lintas generasi di
bumi anoa. Semoga ulasan singkat ini memberikan informasi sekaligus menginspirasi generasi muda Hindu untuk terus
melestarikan nilai-nilai dharma, menyatu dalam bhakti, dan memperkuat peran agama
Hindu dalam pembangunan bangsa.
Penulis: Kadek Yogiarta/ Nang Bagia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar