NAWA WIDA BHAKTI
Sewaka Dharma Sravanam
(Pelayanan Yang Tulus dengan Cara Mendengar)*
Oleh :
I Nengah Sumendra, S.Ag, M.Fil.H )**
Pada Era Reformasi sekarang ini, kemajuan demokrasi yang dapat dirasakan di antaranya adalah setiap orang semakin pandai, berani dan bebas untuk mengemukakan atau menyampaikan pemikiran, gagasan/ide, wacana dan pendapat tentang sesuatu apapun itu kepada orang lain, tetapi disaat yang bersamaan juga dewasa ini terjadi krisis kepercayaan terhadap orang lain. Sehingga fenomena yang terjadi apapun bentuk pemikiran, gagasan/ide, wacana dan pendapat seseorang tentang sesuatu hal, belum apa-apa sudah tidak dipercayai dan dicemo’oh. Sikap yang ditampilkan dari ketidak percayaan itu adalah sebuah sikap yang acuh tak acuh atau sikap ketidak pedulian lainnya, bahkan tidak jarang juga terjadi sebuah sikap yang main hakim sendiri, memvonis bahwa semua pemikiran, gagasan/ide, wacana dan pendapat seseorang itu hanya retorika atau hanya bualan semata, bahkan berlanjut pada seseorang melontarkan umpatan, cacian dan hinaan kepada orang lain seperti; ‘ahh teori saja’, ‘ahh hanya pintar ngomong’, ‘ahh hanya omong doang (omdo)’ dan kata-kata umpatan sejenis yang memberikan kesan bahwa sesungguhnya orang itu tidak percaya terhadap pemikiran, gagasan/ide dan wacana atau pendapat orang lain.
Krisis kepercayaan dan kurangnya sikap untuk saling menghargai dan mengormati terhadap setiap pemikiran, gagasan/ide, wacana dan pendapat orang lain, tentunya akan berimplikasi yang kurang baik kedepannya terhadap pembentukan sikap dan karakter indhividu anak bangsa agar selalu mengasah dan melatih diri untuk mengembangkan pemikiran, gagasan/ide, tutur wacana dan pendapatnya. Disisi yang lain akan berdampak buruk juga terhadap hubungan sosial, intraksi sosial dan kerukunan sosial di dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu upaya yang dapat dilakukan guna mengeliminase krisis kepercayaan itu, salah satunya yaitu seseorang hendaknya menumbuhkan kesadaran Sewaka Dharma Sravanam baik pada arah gerak putaran kedalam dirinya (internalisasi) yaitu belajar untuk mendengarkan suara hati nurani, maupun pada arah gerak putaran keluar (eksternalisasi) yaitu mau membuka diri untuk belajar mendengarkan orang lain.
Sewaka Dharma Sravanam yang dikemukakan pada tema di atas, adalah penggabungan dari dua istilah ajaran agama Hindu yaitu Sewaka Dharma dan Sravanam. Sewaka Dharma adalah pelayanan secara tulus ikhlas baik jasmani maupun rohani. Dharma apapun yang dilakukan oleh seseorang agar dapat sukses dengan hasil yang baik (Dharma Sidhiartha) menurut aturan keimanan, aturan kebajikan dan aturan keagamaan Hindu salah satu unsur yang menjadi landasannya adalah Sewaka Dharma. Sedangkan Sravanam adalah bhakti dengan jalan mendengar. Sravanam merupakan salah satu bagian dari ajaran Nawa Wida Bhakti menurut Bhagavata Purana, VII.5.23, yang menyebutkan bahwa ada 9 (sembilan) cara ber-bhakti (hormat, sujud, pengabdian, cinta kasih sayang, pelayanan, dan spiritual) kepada Tuhan. Menurut Darmayasa salah satu tokoh spiritual di Nusantara mengatakan bahwa sembilan jenis cara ber-bhakti kepada Tuhan merupakan cara yang sangat ampuh untuk mendekatkan diri secara baik kepada Tuhan YME. Mereka yang mengerti kemuliaan dari sembilan jenis bhakti itu harus dipahami sebagai seorang ‘aditam’, yaitu orang yang sangat terpelajar, dan ‘uttamam’, juga memiliki berbagai sifat-sifat sangat utama. Dia tidak lagi orang sembarangan karena ia sudah ter-connected dengan Sang Supreme Power, sehingga ia pun menjadi orang yang ada power-nya.
Kesadaran Sewaka Dharma Sravanam ini hendaknya ditanamkan dan ditumbuh kembangkan oleh setiap orang guna menumbuhkan karakter ketuhanan dalam dirinya (divine man) dan karakter ketuhanan dalam kehidupan sosial (divine sociati). Pada arah gerak vertikal atau pada putaran kedalam (internalisasi) setiap orang dengan niat yang tulus dan suci membuka dan mendekatkan dirinya secara baik kepada Tuhan dengan Sewaka Dharma Sravanam (pelayanan yang tulus dengan cara mendengar). Selanjutnya dengan niat yang sungguh-sungguh dan hati yang tulus dan suci berupaya memahami, mendalami dan menghayati sabda-sabda suci Tuhan, kemudian secara terus-menerus melatih diri untuk melakukan Sewaka Dharma Sravanam.Apabila seseorang telah mampu melakukan Sewaka Dharma Sravanam ini dengan baik maka akan dapat meningkatkan kualitas spiritual seseorang dalam setiap langkah pendakiannya untuk menuju puncak keemasan (keuttamaan) yaitu; pembebasan, pemuliaan dan penyatuan-manunggal dengan Tuhan (Brahman). Di dalam kitab Itihasa dan Purana, seperti di dalam kisah Ramayana dan Mahabharata banyak di jumpai contoh-contoh sila dan acara yang dilakukan oleh para Rsi dan Raja karena disiplin dan ketekunannya yang mantap di dalam melakukan Sewaka Dharma Sravanam akhirnya menjadi seorang atau kelahiran yang aditam dan uttamam. Termasuk kitab Veda (Sruti) sebagai sabda suci Tuhan diwahyukan kepada para Rsi (orang suci) salah satunya ialah karena Sewaka Dharma Sravanam dari para Maharsi yang luar biasa. Sewaka Dharma Sravanam pada arah gerak putaran kedalam yang lainnya seseorang hendaknya selalu menumbuhkan kesadaran dirinya, berupaya untuk menjaga kemurnian dan kesejukan hatinya, serta kualitas dirinya untuk mendengarkan sabda-sabda suci dari Tuhan yaitu dengan meningkatkan keyakinan/kepercayaannya, kepatuhan dan ketaatannya, ketertarikan, kepedulian, respon, dan kemampuannya dalam melakukan apresiasi terhadap aturan-aturan keimanan, aturan kebajikan dan aturan upacara keagamaan melalui pelayanan yang tulus secara total dengan cara mendengar.
Pada arah gerak horizontal atau pada putaran keluar (eksternalisasi) seseorang baik di lingkungan keluarga maupun masyarakatnya misalnya; antara swami dan istri, antara orang tua dan anak, antara kakak dan adik, antara sanak keluarga yang lainnya, dan antara sesama anggota masyarakat yang lainnya tempat dimana seseorang itu menjalin hubungan dan intraksi sosial, hendaknya selalu membuka diri untuk melakukan Sewaka Dharma Sravanam ini. Misalnya, di lingkungan keluarga antara anggota keluarga semestinya selalu menanamkan Sewaka Dharma Sravanam atau sifat, sikap dan rasa bhakti untuk selalu mendengar baik antara suami dan istri, antara orang tua dan anak, selalu membangun komunikasi aktif sehingga dapat mengurangi terjadinya miskumunikasi diantara anggota keluarga. Sifat dan sikap ini akan dapat menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga itu, seperti; sifat, sikap dan karakter hormat-menghormati, sujud, cinta kasih sayang, pengabdian, pelayanan, berfikir yang baik dan suci, berkata yang baik dan suci, berbuat yang baik dan suci serta teguh dalam melaksanakan disiplin spiritual. Sifat dan sikap individu seperti itu akan dapat dijadikan sebagai modal sosial untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan sosial antara keluarga, antar sesama anggota masyarakat.
Seseorang dalam hidup dan kehidupannya hendaknya selalu melatih diri untuk melakukan dan memberikan pelayanan yang tulus dan berbhakti untuk mendengarkan pemikiran, gagasan, wacana, pendapat dan nasehat orang lain serta menyimak atau mendengarkan pewartaan tentang sesamanya dan lingkungannya, sehingga tercipta suasana kehidupan yang saling menghargai, menghormati, saling peduli, dan mendengarkan setiap pemikiran, gagasan/ide dan wacana atau pendapat yang dikemukan antara satu sama yang lainnya. Demikian juga guna mewujudkan cita-cita atau visi-misi hidup hendaknya dimulai dengan adanya kemauan dan kesadaran seseorang untuk mendengar. Mengingat pengetahuan, pemahaman dan pendalaman yang dimiliki dan diperoleh oleh seseorang tentang berbagai hal hasil dari Sewaka Dharma Sravanam-nya dapat dijadikan konsep dasar untuk menata hidup dan kehidupannya di dunia ini, dapat dijadikan dasar untuk melakukan perencenaan, persiapan, tindakan dan evaluasi seta merepleksi diri untuk menemukan atau mencari solusi yang terbaik dalam mengambil sebuah tindakan yang lebih baik untuk dirinya maupun terhadap hal-hal yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatannya, kemanusiaan dan alam lingkungannya. Selanjutnya pada konteks spiritual pentingnya Sewaka Dharma Sravanam ini, karena seseorang harus menyadari bahwa ia dengan sesamanya di dunia ini merupakan sebuah sistem dan lingkaran atau jejaring organ-organ tubuh sosio yang saling melengkapi, melayani dan dilayani, serta memandang dan menempatkan Tuhan YME (Om/Atman) bersemayam pada setiap indhividu orang. Seperti yang dikemukakan oleh M.K Gandhi bahwa "Mau tidak mau aku adalah bagian penting dari keseluruhan ciptaan Tuhan, dan aku tak dapat menemukan-Nya terpisah dari manusia lainnya", pernyataan M.K. Gandhi sesuai dengan pesan ajaran Tat Twam Asi bahwa sesungguhnya semua kelahiran manusia di dunia ini adalah bersaudara (wasudewakuntum bhakam). Menurut kitab suci Veda bahwa masyarakat manusia sebagai suatu keluarga besar yang lahir dari asal mula yang sama yaitu Tuhan. Masyarakat manusia itu lahir dari Manusia Kosmik (Manusia Semesta yang meliputi alam semesta) yang dimaksudkan itu tidak lain adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian masyarakat manusia itu sesungguhnya adalah sebuah sistem yang tak terpisahkan. Keyakinan ini diperkuat dengan bunyi sloka di dalam kitab suci Bhagavadgita XIII.27, yaitu bahwa “Dia yang melihat Tuhan Yang Maha Esa bersemayam merata dalam semua makhluk, tiada musnah walaupun mereka musnah, ialah yang sesungguhnya melihat kebenaran”. Berdasarkan uraian sloka ini dapat diketahui bahwa semua mahluk yang ada di dunia ini sesunguhnya adalah satu keluarga, karena berasal dari sumber yang sama. Bahkan manusia itu tidak saja hanya bersaudara dengan sesama manusia, tetapi seluruh mahluk seperti binatang dan tumbuhan pun adalah saudara manusia. Setiap manusia dan seluruh mahluk ciptaan menjadi berbeda-beda wujudnya untuk melaksanakan kewajiban yang berbeda dengan tujuan yang sama, yakni mencapai kebebasan abadi dan menunggal dengan Tuhan. Sehingga sesungguhnya Sewaka Dharma Sravanam pada putaran eksternalisasi dalam konteks spiritual dimana seseorang telah menyadari bahwa ia dengan sesamanya di dunia ini merupakan sebuah sistem dan lingkaran atau jejaring organ-organ tubuh sosio yang saling melengkapi, melayani dan dilayani, serta memandang dan menempatkan Tuhan YME (Om/Atman) bersemayam pada setiap indhividu orang merupakan salah satu dasar Teologi Sosial dalam Hindu.
Sikap, sifat dan karakter seseorang yang selalu belajar untuk membuka diri mendengar nasehat, pendapat orang lain atau apa yang diwacanakan orang lain adalah sebuah sikap, sifat dan karakter insklusifisme, yaitu sebuah sikap, sifat dan karakter yang bersedia membuka diri secara tulus ikhlas untuk melakukan Sewaka Dharma Sravanam tentang pewartaan kebenaran yang dimiliki dan diyakini oleh orang lain, kesadaran ini penting karena setiap orang memiliki dan meyakini kebenaran tetapi juga harus disadari pula bahwa diluar diri setiap orang itu juga memiliki dan meyakini kebenaran sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman, pemahaman, pendalaman dan penghayatannya masing-masing terhadap sesuatu hal . Hal-hal lain yang disadari bahwa setiap orang pasti ingin dihargai, maka kuncinya adalah seseorang seharusnya menghargai orang lain. Tetapi bagaimana sebenarnya melakukan ini secara tepat di dilingkungan masyarakat antara sesamanya anggota masyarakat yang lainnya. Kalau kita mau bertanya bertanya pada rekan-rekan kita, perlakukan seperti apa yang mereka inginkan saat berada dilingkungannya. Maka yang pasti sebagian besar dari mereka pasti dengan yakin menempatkan keinginan untuk dihargai sebagai bagian dari jawaban mereka. Dihargai atau mendapatkan penghargaan dari orang lain memang menjadi kebutuhan dasar manusia. Karena itulah setiap orang akan sadar penuh jika ia dihargai oleh orang lain, begitu pula sebaliknya. Tapi apakah sebenarnya “dihargai” itu?, Bagaimana pula kita bisa memprakktekannnya di tengah-tengah kehidupan sehari-hari?, Tentu, cara mengahargai orang lain bisa dilakukan dengan sederhana. Salah satu cara yang sederhana yang sesuai dengan petunjuk sastra suci Veda adalah dengan melakukan Sewaka Dharma Sravanam. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk menumbuhkembangkan Sewaka Dharma Sravanam pada orang lain di antaranya; Perlakukan setiap orang dengan kesopanan, keramahan, dan kebaikan, memberikan dorongan atau motivasi terhadap seseorang atau sesama untuk mengemukakan pendapat dan ide-idenya, belajar untuk mendengarkan apa yang diucapkan orang lain sebelum kita mengemukakan pendapat, jangan pernah mendominasi pembicaraan, belajarlah menggunakan ide orang lain untuk meningkatkan pemikiran, gagasan, wacana dan pendapat kita, belajarlah untuk tidak meremehkan atau melecehkan orang lain dan ide-ide yang diungkapannya, belajarlah untuk tidak bersikap sinis dan mngkritisi hal-hal kecil, belajarlah untuk tidak menghakimi baik secara verbal maupun non-verbal, perlakukan setiap orang dengan cara yang sama tanpa memandang golongan, jenis kelamin dan usia serta praktekkan hal ini secara konsisten, Memperlakukan orang dengan cara yang berbeda-beda bisa memicu pelecehan atau ketidaknyamanan dalam lingkungan pergaulan, belajarlah untuk menumbuhkan sebuah prinsip hidup bersama dengan sesama untuk berdiskusi (tula), belajarlah untuk melakukan pelayanan untuk memberikan kesempatan yang sama pada setiap orang untuk berpartisipasi dalam aktivitas bersama, belajarlah untuk memberikan pengakuan dan pengahrgaan dengan membudayakan memberikan pujian dari pada mengritik, dan biasakan juga saling memuji antar sesama.
***
Berdasarkan uraian di atas, pesan yang ingin disampaikan sesuai dengan tema yang di angkat adalah seseorang dalam misi kehadirannya di dunia ini senantiasa selalu berupaya untuk membudayakan atau mengabyasakan untuk melakukan pelayanan yang tulus dengan cara mendengar, baik mendengar pada arah gerak putaran kedalam untuk mendengarkan suara hati nuraninya, karena dalam hati nurani bersemayam spirit ketuhanan Om/Atman (Atma Tattwa), atau arah gerak vertikal antara manusia dengan Tuhan-nya melalui sabda-sabda sucinya. Sedangkan pada arah gerak putaran keluar/horizontal antar sesamanya dan lingkungannya dalam konteks spiritual dimana seseorang telah menyadari bahwa ia dengan sesamanya dan dengan lingkungannya di dunia ini merupakan sebuah sistem dan lingkaran atau jejaring organ-organ tubuh sosio yang saling melengkapi, melayani dan dilayani, serta memandang dan menempatkan Tuhan YME (Om/Atman) bersemayam pada setiap indhividu orang/sesamanya dan lingkungannya. Kesadaran ini merupakan salah satu dasar Teologi Sosial dalam Hindu. Oleh karena itu baik mendengar ataupun yang memberi pendengaran/pewartaan, apabila sama-sama dilandasi dengan pelayanan dan bhakti yang tulus maka semua akan mendapat hasil (pahala) yang baik atau dapat meningkatkan kualitas jasmani dan rohani melalui Sewaka Dharma Sravanam. Iklim saling Sewaka Dharma Sravanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat dewasa ini, dimana disaat ini kecenderungannya terjadi krisis kepercayaan dan krisis untuk saling menghargai dan mengormati pemikiran, gagasan, wacana dan pendapat orang lain.
)* Sewaka Dharma Sravanam (Pelayanan Yang Tulus dengan Cara Mendengar; adalah Judul Artikel untuk Radar Bimas Hindu dan Telah terbit di Majalah
Craddha Edisi-49.
)** I Nengah Sumendra,S.Ag, M.Fil.H adalah Guru
Agama Hindu SMK Negeri 1 Unaaha, Kab. Konawe. Prov. Sulawesi Tenggara. Ketua
Pasraman Dharma Aksara. Aktiv sebagai Dharma Duta PHDI Prov. Sultra dari
2007-sekarang dan Sekretaris PHDI Kab. Konawe masa bakti 2010-2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar